Kamis, 23 Maret 2017

Training Need Analysis (TNA) - Evaluasi


Apa itu Training Need Analysis (TNA)?



Menurut Locke (2009), TNA adalah fase yang paling penting dari desain pelatihan karena kesuksesannya tergantung pada kolaborasi intensif antara pemangku kepentingan utama. Tujuannya adalah memperjelas tujuan pelatihan, menerangkan konteks organisasi, menentukan kinerja yang efektif dan penggeraknya, dan mulai menumbuhkan iklim belajar (Locke, 2009).


TNA
Kegiatan penting yang harus dilakukan selama analisis (Locke, 2009), yaitu:




Due Diligence Training
Proses untuk memperjelas dan mengukur benefit yang diharapkan dari pelatihan bagi individu, tim, dan unit tingkat yang lebih tinggi (divisi, organisasi, masyarakat). Tujuan dari proses ini adalah untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk merundingkan secara objektif mengenai kapankah solusi tertentu harus dilembagakan. Percakapan harus mencakup kinerja, produktivitas, dan terkait faktor seperti kepuasan karyawan, kohesi tim, modal sosial, dan organisasi reputasi.

Fungsi Kinerja dan Proses
Fungsi ini menjelaskan, menggabungkan, dan membuat konteks mengenai tugas dan proses kerja sama tim yang sangat penting untuk kinerja secara keseluruhan. Pemikiran/analisa para ahli dapat membantu pengelihatan dan pengambilan keputusan mengenai bagaimana isi dari pelatihan harus dikembangkan, disampaikan, dan dievaluasi.

Kondisi Afektif dan Kognitif
Karyawan yang melakukan proses kinerja seperti penilaian status secara dinemis memanfaatkan keadaan kognitif (mental, situasi kesadaran) dan afektif (manfaat inisiasi, motivasi). Desainer pelatihan harus menciptakan solusi pelatihan yang menjelaskan bingkai keadaan-keadaan kognitif dan afektis serta menentukan mengapa dan bagaimana kinerja yang efektif.

Model Atribut
Model atribut adalah penentu dari kinerja seperti knowledge, skill, dan attitude (KSA). Desainer pelatihan harus menjelaskan pada KSA yang harus ditargetkan untuk pembangunan oleh solusi pelatihan, contoh nya deklaratif (yaitu apa), prosedural (yaitu bagaimana), dan strategis (yaitu mengapa) pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan proses kinerja yang efektif. Menurut Kozlowski, Gully, Brown, Salas, Smith, dan Nason, pengetahuan strategis sangat penting karena memungkinkan peserta untuk memahami mengapa dan kapan untuk menerapkan pengetahuan deklaratif (dalam Locke, 2009).

Tujuan Pembelajaran
Tujuan belajar yang  baik adalah jelas, ringkas, dan terukur. Informasi yang dikumpulkan dari langkah-langkah sebelumnya dari proses analisis kebutuhan harus diterjemahkan menjadi tujuan pelatihan, tujuan pembelajaran, dan juga tujuan yang memungkinkan.


Mengembangkan Konten Pelatihan
3 hal yang ada dalam perancangan pengembangan konten pelatihan (Locke, 2009), yaitu:



Merancang Arsitektur Pembelajaran
Mengembangkan sistem manajemen skenario cerdas yang memungkinkan instruktur dan pengguna untuk penulis konten. Arsitektur pembelajaran terdiri dari beberapa subsistem terintegrasi yang secara kolektif menyediakan kemampuan untuk merencanakan, memilih, menulis, mengurutkan, mendorong, dan mengevaluasi.

Menciptakan Pengalaman Pembelajaran
Titik terpenting karena desainer instruksional dapat bersandar dan belajar dari peserta pelatihan saat ini atau masa lalu untuk membantu menerangi beberapa jalur bercabang peserta ketika mengejar pencapaian tujuan pembelajaran

Mengembangkan Alat Penilaian
Digunakan unutk menilai apakah pelatihan dapat berjalan dengan baik atau buruk. Menurut Nunnally dan Bernstein, bimbingan yang paling mudah adalah dengan mengembangkan langkah-langkah standar dari kesatuan konstruksi; menilai beberapa hasil belajar dan proses kinerja; dan triangulasi pengukuran hasil melalui beberapa metode penilaian (dalam Locke, 2009).


Melaksanakan Pelatihan



Menetapkan Panggung Untuk Belajar
1.       Memastikan pelatih siap untuk memfasilitasi pemberian instruksi, mengenali dan menilai pembelajaran, dan memperkuat kinerja yang efektif
2.       Mempersiapkan peserta pelatihan untuk perolehan KSA
3.       Menyatakan standar pembelajaran dan kinerja sehingga peserta memiliki tolak ukur yang tepat terhadap pengukuran pengembangan peserta

Memberikan Solusi Blended Learning
Terdapat 3 mekanisme untuk memberikan konten yaitu penyajian informasi, pemodelan, dan praktek. Informasi dapat disajikan melalui penggunaan kuliah, tugas membaca, studi kasus, dan diskusi terbuka.

Transfer Pendukung dan Pemeliharaan
Meminta para peserta untuk menjelaskan ulang apa yang sudah mereka lakukan selama mengikuti proses pelatihan. Pelatihan sering disimpulkan ketika praktik dan penilaian yang lengkap. Hal ini sangat disayangkan karena pasca - tahap praktek menyediakan peluang untuk meningkatkan perpindahan dan pemeliharaan belajar.


Evaluasi
Guna evaluasi adalah untuk melihat apakah program pelatihan yang telah dilaksanakan berjalan dengan efektif atau tidak. Menurut Robbins dan Judge (2013) tujuan dari evaluasi adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Dari hasil evaluasi kita dapat mengetahui keterampilan dan kompetensi tenaga kerja yang nantinya bisa dijadikan bahan untuk perbaikan program pelatihan dan pengembangan di masa selanjutnya.
Selain itu, juga memberikan umpan balik kepada tenaga kerja agar mereka mengetahui bagaimana organisasi memandang kinerja mereka selama ini dan dasar untuk alokasi reward. Sangat penting bahwa organisasi menilai efektivitas pelatihan dan menggunakan informasi yang dikumpulkan sebagai sarana untuk meningkatkan desain pelatihan.



Referensi: 
 
Locke, E. A. (2009). Handbook of Principles Organizational Behavior: indispensable knowledge for evidence-based management (2th ed.). UK: John Wiley & Sons

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2013). Organizational Behavior (15th ed.). The United of America: Pearson Education

Jumat, 17 Maret 2017

Pelatihan dan Pengembangan



Sering kali kita mendengar kata ‘Training’ atau pelatihan pada konteks dunia pendidikan maupun dunia kerja. Kata tersebut sudah tidak lagi asing bagi orang pada umumnya. Apa arti makna pelatihan yang benar?

Menurut definisi Noe (2002), Pelatihan adalah suatu kegiatan yang direncanakan oleh perusahaan atau institusi untuk memfasilitasi proses belajar karyawan untuk mencapai kompetensi dalam pekerjaannya. Kompetensi ini meliputi pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dianggap penting untuk mencapai kinerja yang tinggi. Tujuan pelatihan adalah agar karyawan dapat menguasai pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dilatihkan dalam program pelatihan, sehingga dapat diaplikasikan dalam kegiatan mereka sehari-hari (dalam Yuswono dkk., 2005).

Lalu apa perbedaannya dengan pendidikan (education) dan pengembangan (development)?

Pendidikan Adalah aktivitas yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai moral dan pemahaman yang dibutuhkan dalam seluruh aspek kehidupan. Tujuannya adalah untuk memberikan kondisi yang penting bagi peserta didik untuk mengembangkan suatu pengertian tentang tradisi, nilai-nilai moral dan budaya, pengetahuan, ide-ide yang mempengaruhi masyarakat da;am kehidupan bersama (dalam Yuswono dkk., 2005).

Jadi menurut Milano & Ullius (1998) perbedaan pelatihan dengan pendidikan adalah pelatihan fokus pada  “belajar bagaimana” (Learning how) dan pendidikan fokus pada “belajar tentang” (Learning about) (dalam Yuswono dkk., 2005). Berikut adalah bagan yg lebih rinci dari perbedaan pelatihan dan pendidikan (Beebe, Mottet, & Roach, 2004):

Pelatihan (Training)
Pendidikan (Education)
Pelatihan adalah proses dari mengembangkan keterampilan untuk pekerjaan tertentu atau tugas
Pendidikan adalah proses meyampaikan pengetahuan atau informasi
Menekankan untuk melakukan sesuatu
Menekankan untuk tahu. Pencapaian sering dibandingkan dengan pengetahuan orang lain
Menekankan untuk mencapai tingkat tertentu dari pencapaian keterampilan
Menekankan perpektif sistem terbuka: banyak cara untuk mencapai tujuan dengan menjadi kreatif dan berfikir kritis
Menekankan perspektif sistem tertutup: ada hal yang spesifik antara cara yang benar dan salah dalam melakukan keterampilan
Menekankan bahwa informasi tidka selalu terkait dengan pekerjaan spesifik atau karir
Menekankan hak khusus dan tingkat kinerja untuk melakukan spesifik pekerjaan
Lebih terbuka
Menekankan daftar konpeherensif keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku spesifik

Beebe, Mottet, & Roach (dalam Yuswono dkk., 2005)

Sedangkan Pengembangan adalah pertumbuhan atau realisasi dari kemampuan seseorang melalui proses belajar yang disadari atau tidak disadari. Menurut Amstrong (1992), pengembangan biasanya meliputi pelajaran yang direncanakan, pengalaman, dan sering difasilitasi oleh coaching dan konseling (dalam Yuswono dkk., 2005). Berikut adalah bagan yang lebih rinci dari perbedaan pelatihan dan pengembangan:


Training
Development
Focus
Saat ini
Masa depan
Use of work experience
Rendah
Tinggi
Goal
Mempersiapkan untuk pekerjaan saat ini
Persiapan untuk perubahan
Participant
Diperlukan
Sukarela
Noe (dalam Yuswono dkk., 2005)


PELATIHAN
Perubahan Pelatihan Dari Waktu Ke Waktu (dalam Yuswono dkk., 2005):
1.       Fokus pada keterampilan dan pengetahuan à Secara Tradisional, pelatihan dipandang sebagai cara untuk mengajarkan karyawan tentang keterampilan dan perilaku spesifik.
2.       Mengaitkan pelatihan dan kebutuhan bisnis à Kondisi lingkungan eksternal juga sulit diprediksi membuat persoalan yang timbul menjadi sulit untuk diramalkan
3.       Penggunaan pelatihan untuk menciptakan dan berbagai pengetahuan à Untuk mencapai keunggulan yang kompetitif, perlu dikembangkannya intellectual capital, yaitu: pengetahuan kognitif (know what), keterampilan yang lebih maju (know how), sistem pemahaman dan kreatifitas (know why)


Filosofi Pelatihan (dalam Yuswono dkk., 2005):
-          Pendekatan strategis dalam pelatihan
-          Terintegrasi
-          Relevan
-          Berdasarkan masalah
-          Berorientasi pada tindakan
-          Terkait dengan kinerja
-          Berkesinambungan

(The Institute of Personnel Management, 1987) Kondisi-kondisi Agar Pelatihan Bermanfaat (dalam Yuswono dkk., 2005):
1.       Organisasi harus memiliki beberapa bentuk rencana bisnis yang strategis à karyawan yang memiliki keterampilan dan pengetahuan
2.       Manajer siap mendefinisikan kebutuhan à lalu organisasi dapat menerapkan proses pengembangan yang berkesinambungan
3.       Pembelajaran dan pekerjaan harus terintegrasi à dukungan ada untuk karyawan yang ingin belajar dari masalah yang ada
4.       Pimpinan dan anggota lain dari kelompok manajemen memiliki dorongan untuk pengembangan yang berkesinambungan
5.       Invertasi dalam proses pengembangan yang berkesinambungan dilakukan oleh manajemen puncak.

(Amstrong, 1992) Keuntungan Dalam Pelatihan (dalam Yuswono dkk., 2005):
1.       Meminimalkan biaya proses belajar
2.       Meningkatkan kinerja kelompok, individual & perusahaan dalam keluaran, kualitas, kecepatan & produktivitas
3.       Meningkatkan fleksibilitas operasional keterampilan karyawan (multiskilling)
4.       Menghasilkan staf yang berkualitas tinggi dengan meningkatkan kompetensi dan keterampilan untuk mencapai kepuasan kerja dan berkembang bersama organisasi
5.       Mengidentifikasikan visi misi organisasi kepada staf untuk mendorong komitmen
6.       Mengembangkan budaya peningkatan kerja
7.       Memberikan pelayanan lebih baik kepada pelanggan

DESAIN SISTEM PELATIHAN YANG EFEKTIF (dalam Yuswono dkk., 2005):




Langkah 1: Menganalisa kebutuhan pelatihan
-          Analisa terhadap Organisasi (organization analysis)
-          Analisa terhadap Karyawan (person analysis)
-          Analisa terhadap Tugas (task analysis)

Langkah 2: Menentukan tujuan pelatihan
-          Observable (dapat diamati)
-          Measurable (dapat diukur)
-          Attainable (dapat dicapai)
-          Spesific (spesifik)

Langkah 3: Memastikan kesiapan karyawan dalam mengikuti pelatihan
-          Karakteristik Pribadi kemampuan, sikap, kepercayaan, dan motivasi
-          Karakteristik Lingkungan Kerja Hambatan situasional (kurangnya peralatan, materi, biaya, dan waktu) dan dukungan sosial (willingness, reinforcement)

Langkah 4: Menciptakan suatu lingkungan belajar
-          Teori Penguat (reinforcement theory) orang akan termotivasi melakukan atau menhindari suatu Perilaku karena atas hasil/akibat perilaku masa lalu
-          Teori Belajar Sosial (social learing theory) seseornag belajar melalui proses pengamatan/observasi terhadap perilaku orang lain (model) yang mereka anggap terbukti mampu
-          Teori Kognitif (cognitive theory) cara individu belajar untuk mengenali dan mendefinisikan masalah serta bereksperimen untuk menemukan solusinya
-          Teori Belajar orang dewasa (adult learning theory) bagaimana orang dewasa belajar
-          Transfer of Training generalisasi (kemampuan peserta dalam menempatkan kapabilitas) dan pemeliharaan (menggunakan kapabilitas tersebut dari waktu ke waktu)

Langkah 5: Mengorganisasikan materi pelatihan
-          Sumber Internal materi berisi pengalaman, ide, dan pengetahuan yang telah diketahui
-          Sumber Eksternal materi berisi hasil penelitian, pengetahuan, dan pengalaman yang belum dimiliki

Langkah 6: Memilih metode pelatihan
-          Metode Presentasi peserta lebih berperan sebagai penerima informasi yang pasif, metode ini terdiri dari ceramah atau teknik audiovisual (slide show, video)
-          Metode Hands-on peserta terlibat secara aktif dalam pelatihan, seperti simulasi, studi kasus, games, role-play, dll.
-          Metode Group Building untuk meningkatkan efektifitas tim atau kelompok. 

Langkah 7: Mengevaluasi program pelatihan
-          Evaluasi Formatif memberi informasi tentang bagaimana membuat program yang lebih baik
-          Evaluasi Sumatif mengukur sejauh mana perubahan peserta sebagai hasil dari partisipan dalam program pelatihan.


Refrensi:
Yuswono, Ina dkk. 2005. Psikologi Industri dan Organisasi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.