TRIBUN-BALI.COM - Menurut sebuah studi, bunuh diri telah
menelan 1 juta korban setiap tahun. Angka tersebut terus menanjak dari waktu ke
waktu. Para peneliti di Bureo of Labor Statistic’s Census of Fatal Occupational
Injury melaporkan sebanyak 1700 peristiwa bunuh diri terjadi di tempat kerja
atau kantor. Laporan ini berasal dari data tahun 2003 hingga 2010. Selain itu,
studi mengimbuhkan bahwa potensi karyawan pria bunuh diri 15 kali lebih tinggi
ketimbang karyawan wanita. Menurut investigasi lebih rinci, para korban bunuh
diri mengalami kelelahan dan stres kerja yang berkepanjangan. Kondisi ini
tentunya sangat mengkhawatirkan. Rasanya, sudah saatnya perusahaan besar atau
kecil yang ada di dunia memperbaiki manajemen waktu dan jumlah pekerjaan yang
diberikan pada karyawan. Sebab, tanggung jawab berlebih pada karyawan bisa
mengakibatkan mereka merasa tertekan hingga berujung pada depresi.
Salah satu ketua peneliti bernama Hope Tiesman, Ph.D,
Epidomologist, National Institue for Occupational Safety and Health,
menyarankan agar perusahaan terutama divisi SDM mulai menyadari bahwa kesehatan
dan keseimbangan mental karyawan bukanlah persoalan pribadi, melainkan gangguan
yang harus disikapi layaknya kesehatan secara fisik. “Urusan kondisi mental
karyawan tidak bisa dianggap enteng. Sebab, itu berkaitan dengan kinerja mereka
sekaligus kesehatan secara menyeluruh. Jika perusahaan tak juga menyikapinya
dengan serius, imbasnya pada korban bunuh diri di kantor yang terus meningkat,”
ujar Tiesman. Tingkat stres dan tekanan berlanjut yang dirasakan karyawan, kata
Tiesman, lebih kurang sama dengan kondisi mental pengangguran yang lelah tak
kunjung mendapatkan pekerjaan.
Namun, jumlah dan peristiwa bunuh diri yang terjadi di
kantor biasanya ditutup-tutupi sehingga tidak terdokumentasi secara resmi oleh
pihak berwajib. “Batasan antara isu personal dan persoalan yang dihadapi
karyawan di kantor, sekarang ini benar-benar tipis. Memang benar bahwa pemicu
orang untuk bunuh diri sangat beragam. Namun, tidak ada salahnya pihak kantor
menyediakan terapis atau orang berkeahlian khusus sebagai tempat konsultasi
karyawan,” urainya. Studi menunjukkan bahwa perusahaan dan kantor yang bergelut
di bidang hukum, pertanian, kesehatan, dan angkatan bersenjata, merupakan
industri dengan jumlah korban karyawan bunuh diri paling tinggi. Tiesman
menyarankan, selain pihak perusahaan, para psikolog dan dokter juga sudah harus
menengok serta melakukan penelitian tentang atmosfir perusahaan, jenis
industri, dan jabatan yang berpeluang membuat karyawan mengalami stres dan
berpotensi menyebabkan karyawan bunuh diri. (kompas.com)
Teori
Terdapat 2 teori dalam mengulas kasus stress kerja ini, yaitu counseling (konseling) dan coaching (pelatihan).
Counseling
Menurut The American Psychological Association ,
Division of Counseling Psychology, Committee on Definition mengatakan bahwa
konseling sebagai sebuah proses membantu individu untuk mengatasi masalah-masalahnya
dalam perkembangan dan memantau mencapai perkembangan yang optimal dengan
menggunakan sumber-sumber dirinya sendiri. Counseling atau
konseling adalah bantuan yang diberikan kepada konseling supaya dia memperoleh
konsep diri dan kepercayaan diri sendiri untuk dimanfaatkan olehnya dalam
rangka memperbaiki tingkah laku nya pada masa yang akan datang (dalam Saam,
2014).
Aspek-aspek konseling (dalam Saam, 2014):
a.
Konseling
sebagai suatu proses à proses yang dilakukan oleh klien dengan
konselor dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh klien
b.
Konseling
sebagai hubungan terapeutik à bertujuan untuk mencari “penyembuhan”
masalah klien
c.
Konseling
merupakan usaha bantuak à konseling merupakan usaha untuk membantu
klien
d.
Konseling
mengarahkan tercapainya tujuan klien à tujuannya adalah terselesaikan
masalah yang dihadapi klien
e.
Konseling
mengarahkan kemandirian klien à setelah mendapatkan solusi, klien diharapkan
dapat menyelesaikan masalah selanjutnya.
Coaching
Menurut definisi Noe (2002), Pelatihan adalah
suatu kegiatan yang direncanakan oleh perusahaan atau institusi untuk
memfasilitasi proses belajar karyawan untuk mencapai kompetensi dalam
pekerjaannya. Kompetensi ini meliputi pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang dianggap penting untuk mencapai kinerja yang tinggi. Tujuan pelatihan
adalah agar karyawan dapat menguasai pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang dilatihkan dalam program pelatihan, sehingga dapat diaplikasikan dalam
kegiatan mereka sehari-hari (dalam Yuswono dkk., 2005).
(Amstrong, 1992) Keuntungan
Dalam Pelatihan (dalam
Yuswono dkk., 2005):
1.
Meminimalkan biaya proses belajar
2.
Meningkatkan kinerja kelompok, individual &
perusahaan dalam keluaran, kualitas, kecepatan & produktivitas
3.
Meningkatkan
fleksibilitas operasional keterampilan karyawan (multiskilling)
4.
Menghasilkan
staf yang berkualitas tinggi dengan meningkatkan kompetensi dan keterampilan
untuk mencapai kepuasan kerja dan berkembang bersama organisasi
5.
Mengidentifikasikan
visi misi organisasi kepada staf untuk mendorong komitmen
6.
Mengembangkan
budaya peningkatan kerja
7.
Memberikan
pelayanan lebih baik kepada pelanggan
Analisa
Kasus stress kerja pada karyawan
mencerminkan bahwa pihak perusahaan kurang memikirkan kondisi para pekerja. Hal
tersebut terbukti dengan adanya ribuan pekerja yang membunuh dirinya sendiri
akibat stress pada kerja. Stress yang dialami pekerja-pekerja tersebut
dikarenakan perusahaan menuntu mereka untuk bekerja dengan istirahat yang
sangat minim. Berdasarkan pada penelitian diatas, banyak peerja yang memiliki
dampak psikologis sehingga sampai pada tahap membunuh diri nya karena stress
kerja yang dialaminya.
Solusi untuk pekreja individu dalam
stress kerja adalah dengan memfasilitasi karyawan dengan counseling (konseling) dari bagian
HRD (Human Resource Development) di
perusahaan. Mendengarkan keluhan-keluhan para pekerja, bantu untuk mencari
solusi dari permasalahan yang ada. Karena jika kondisi psikologis pekerja
sehat, ia dapat mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada pada dalam dirinya
juga mencapai perkembangan yang optimal. Bantuan yang diberikan dalam konseling
dapat memperbaiki tingkah laku pekerja dan mengurangi adanya tingkah laku yang
tidak diinginkan perusahaan, seperti kasus bunuh diri pada penelitian diatas.
Solusi untuk pekerja umum yang dapat
dilakukan untuk mengurangi stress kerja adalah dengan mengadakan coaching (pelatihan) atau seminar mengenai stress
relief (pelepas kerja). Hal ini juga dapat direncanakan oleh perusahaan
untuk menambah informasi pekerja bagaimana caranya untuk mengorganisasikan
stress diri dalam pekerjaan. Pelatihan tersebut bisa berupa pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang dilatih dalam progam, sehingga pekerja dapat
mengaplikasikannya dalam kegiatan sehari-hari dalam tempat kerja.
Kesimpulan
Perusahaan harus dapat mengetahui, memahami, dan mengerti
kondisi setiap karyawannya. Sehingga tidak terdapat karyawan yang memiliki
permasalahan terlalu berat dan membahayakan bagi dirinya sendiri juga
perusahaan tempat ia bekerja.
Daftar
Pustaka
Sadnyari, I. A. M. (2015). Peneliti : Kasus Bunuh Diri Tinggi Karena Kelelahan dan Stres Kerja. Retrieved from http://bali.tribunnews.com/2015/04/01/peneliti-kasus-bunuh-diri-tinggikarena-kelelahan-dan-stres-kerja
Saam, Zulfan. 2014. Psikologi
Konseling. Jakarta: Rajawali Pers.
Yuswono, Ina dkk. 2005. Psikologi Industri dan Organisasi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar